Minggu, 04 Maret 2012

MUSAQAH, MUZARA'AH, DAN MUKHABARAH


Musaqah merupakan kerja sama antara pemilik kebun atau tanaman dan pengelola atau penggarap untuk memelihara dan merawat kebun atau tanaman dengan perjanjian bagi hasil yang jumlahnya menurut kesepakatan bersama dan perjanjian itu disebutkan dalam aqad.

Sedangkan muzara’ah dan mukhabarah mempunyai pengertian yang sama, yaitu kerja sama antara pemilik sawah atau tanah dengan penggarapnya, namun yang dipersoalkan di sini hanya mengenai bibit pertanian itu. Mukhabarah bibitnya berasal dari pemilik lahan, sedangkan muzara’ah bibitnya dari petani.

Aqad musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah telah disebutkan di dalam hadits yang menyatakan bahwa aqad tersebut diperbolehkan asalkan dengan kesepakatan bersama antara kedua belah pihak dengan perjanjian bagi hasil sebanyak separo dari hasil tanaman atau buahnya.

Dalam kaitannya hukum tersebut, Jumhurul Ulama’ membolehkan aqad musaqah, muzara’ah, dan mukhabarah, karena selain berdasarkan praktek nabi dan juga praktek sahabat nabi yang biasa melakukan aqad bagi hasil tanaman, juga karena aqad ini menguntungkan kedua belah pihak. Menguntungkan karena bagi pemilik tanah/tanaman terkadang tidak mempunyai waktu dalam mengolah tanah atau menanam tanaman. Sedangkan orang yang mempunyai keahlian dalam hal mengolah tanah terkadang tidak punya modal berupa uang atau tanah, maka dengan aqad bagi hasil tersebut menguntungkan kedua belah pihak, dan tidak ada yang dirugikan.

MUSAQAH :

Landasan hukum

Memberikan tanah Khaibar dengan bagian separoh dari penghasilan, baik buah-buahan maupun pertanian (tanaman). Pada riwayat lain dinyatakan bahwa Rasul menyerahkan tanah Khaibar itu kepada Yahudi, untuk diolah dan modal dari hartanya, penghasilan separohnya untuk Nabi” (HR. Imam Muslim dari Ibnu Amr r.a.)

RUKUN

  1. Pihak Pemasok Tanaman
  2. Pemelihara Tanaman
  3. Tanaman yang dipelihara
  4. Akad

MUZARA’AH & MUKHABARAH :

Definisi Muzara’ah

Kerjasama antara pemilik lahan dengan penggarap untuk memanfaatkan lahan.

Landasan hukum

Muzara’ah

“Sesungguhnya Nabi SAW menyatakan, tidak mengharamkan bermuzara’ah, bahkan beliau menyuruhnya, supaya yang sebagian menyayangi sebagian yang lain,…” (HR. Bukhari Muslim dari Ibnu Abbas r.a.)

Mukhabarah

“Sesungguhnya Thawus r.a bermukhabarah, Umar r.a berkata; dan aku berkata padanya; ya Abdurrahman, kalau engkau tinggalkan mukhabarah ini, nanti mereka mengatakan bahwa Nabi melarangnya. …bahwa Nabi SAW tidak melarang mukhabarah, hanya beliau berkata, bila seseorang memberi manfaat kepada saudaranya, hal itu lebih baik daripada mengambil manfaat dari saudaranya dengan yang telah dimaklumi.” (HR. Muslim dari Thawus r.a)

Rukun

  1. Pemilik lahan
  2. Penggarap
  3. Lahan yang digarap
  4. Akad

Perbedaan

Persamaan

Musaqah

1. tanaman sudah ada

ketiga-tiganya merupakan aqad (perjanjian),

2. memerlukan tenaga kerja

Muzara'ah

1. tanaman belum ada

2. tanah masih harus digarap

3. benihnya dari petani

Mukhabarah

1. tanaman di tanah belum ada

2. tanah masih harus digarap

3. benihnya dari pemilik tanah.



Sumber :
MUSAQAH, MUZARA'AH, DAN MUKHABARAH
oleh: Nailul Author

Drs. Slamet Wiyono, Ak, MBA, SAS http://images.nuris2007.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/SX7d8QoKCEoAADfroRM1/al

http://ihtsiqgf.blogspot.com/2010/06/makalah-musaqah-semester-3.html


Selasa, 25 Oktober 2011

MUDHARABAH

MUDHARABAH

Syarikat Mudhaarabah memiliki dua istilah yaitu Al Mudharabah dan Al Qiradh sesuai dengan penggunaannya di kalangan kaum muslimin. Penduduk Irak menggunakan istilah Al Mudharabah untuk mengungkapkan transaksi syarikat ini. Disebut sebagai mudharabah karena diambil dari kata dharb di muka bumi yang artinya melakukan perjalanan yang umumnya untuk berniaga dan berperang.

v Pengertian Mudharabah

Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak di mana pemilik modal (shahibul amal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian di awal. Bentuk ini menegaskan kerja sama dengan kontribusi seratus persen modal dari pemilik modal dan keahlian dari pengelola.

Transaksi jenis ini tidak mewajibkan adanya wakil dari shahibul maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab atas kerugian yang terjadi akibat kelalaian dan tujuan penggunaan modal untuk usaha halal. Sedangkan, shahibul maal diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba yang optimal.

- Hukum Al Mudharabah Dalam Islam

1. Al-Qurâ'an

“dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT..” (QS. Al Muzammil ayat 20).

“Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT” (QS. Al Jumuah ayat 10).

“Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu” (QS. Al Baqarah ayat 198).



2. Al-Hadits
Dari Shalih bin Suhaib ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda,â€Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual†(HR. Ibnu Majah).

- Jenis Al Mudharabah

1. Al Mudharabah Al Muthlaqah (Mudharabah bebas). Pengertiannya adalah sistem mudharabah dimana pemilik modal (investor/Shohib Al Mal) menyerahkan modal kepada pengelola tanpa pembatasan jenis usaha, tempat dan waktu dan dengan siapa pengelola bertransaksi.

2. Al Mudharabah Al Muqayyadah (Mudharabah terbatas). Pengertiannya pemilik modal (investor) menyerahkan modal kepada pengelola dan menentukan jenis usaha atau tempat atau waktu atau orang yang akan bertransaksi dengan Mudharib.

v Rukun Al Mudharabah

Al Mudharabah seperti usaha pengelolaan usaha lainnya memiliki tiga rukun:

  1. Adanya dua atau lebih pelaku yaitu investor (pemilik modal) dan pengelola (mudharib).

Kedua pelaku kerja sama ini adalah pemilik modal dan pengelola modal. Disyaratkan pada rukun pertama ini keduanya memiliki kompetensi beraktifitas (Jaiz Al Tasharruf) dalam pengertian mereka berdua baligh, berakal, Rasyid dan tidak dilarang beraktivitas pada hartanya[18]. Sebagian ulama mensyaratkan bahwa keduanya harus muslim atau pengelola harus muslim, sebab seorang muslim tidak ditakutkan melakukan perbuatan riba atau perkara haram.[19] Namun sebagian lainnya tidak mensyaratkan hal tersebut, sehingga diperbolehkan bekerja sama dengan orang kafir yang dapat dipercaya dengan syarat harus terbukti adanya pemantauan terhadap aktivitas pengelolaan modal dari pihak muslim sehingga terlepas dari praktek riba dan haram.[20]

  1. Objek transaksi kerja sama yaitu modal, usaha dan keuntungan.

a. Modal

· Modal harus berupa alat tukar/satuan mata uang (Al Naqd) dasarnya adalah ijma’atau barang yang ditetapkan nilainya ketika akad menurut pendapat yang rojih.

· Modal yang diserahkan harus jelas diketahui.

· Modal yang diserahkan harus tertentu.

· Modal diserahkan kepada pihak pengelola modal dan pengelola menerimanya langsung dan dapat beraktivitas dengannya.

b. Jenis usaha

· Jenis usaha tersebut di bidang perniagaan

· Tidak menyusahkan pengelola modal dengan pembatasan yang menyulitkannya, seperti ditentukan jenis yang sukar sekali didapatkan, contohnya harus berdagang permata merah delima atau mutiara yang sangat jarang sekali adanya. [25]

c. Keuntungan

1. keuntungan khusus untuk kedua pihak yang bekerja sama yaitu pemilik modal (investor) dan pengelola modal.

2. Pembagian keuntungan untuk berdua tidak boleh hanya untuk satu pihak saja. Seandainya dikatakan: ‘Saya bekerja sama Mudharabah denganmu dengan keuntungan sepenuhnya untukmu’ maka ini dalam madzhab Syafi’i tidak sah.

3. Keuntungan harus diketahui secara jelas.

4. Dalam transaksi tersebut ditegaskan prosentase tertentu bagi pemilik modal (investor) dan pengelola.

  1. Pelafalan perjanjian.

Shighah adalah ungkapan yang berasal dari kedua belah pihak pelaku transaksi yang menunjukkan keinginan melakukannya. Shighah ini terdiri dari ijab qabul. Transaksi Mudharabah atau Syarikat dianggap sah dengan perkataan dan perbuatan yang menunjukkan maksudnya.

v Syarat Dalam Mudharabah

Pengertian syarat dalam Al Mudharabah adalah syarat-syarat yang ditetapkan salah satu pihak yang mengadakan kerjasama berkaitan dengan Mudharabah. Syarat dalam Al Mudharabah ini ada dua:

  • Syarat yang shahih (dibenarkan) yaitu syarat yang tidak menyelisihi tuntutan akad dan tidak pula maksudnya serta memiliki maslahat untuk akad tersebut. Contohnya Pemilik modal mensyaratkan kepada pengelola tidak membawa pergi harta tersebut keluar negeri atau membawanya keluar negeri atau melakukan perniagaannya khusus dinegeri tertentu atau jenis tertentu yang gampang didapatkan. Maka syarat-syarat ini dibenarkan menurut kesepakatan para ulama dan wajib dipenuhi, karena ada kemaslahatannya dan tidak menyelisihi tuntutan dan maksud akad perjanjian mudharabah.
  • Syarat yang fasad (tidak benar). Syarat ini terbagi tiga:
  1. Syarat yang meniadakan tuntutan konsekuensi akad, seperti mensyaratkan tidak membeli sesuatu atau tidak menjual sesuatu atau tidak menjual kecuali dengan harga modal atau dibawah modalnya. Syarat ini disepakati ketidak benarannya, karena menyelisihi tuntutan dan maksud akad kerja sama yaitu mencari keuntungan.
  2. Syarat yang bukan dari kemaslahatan dan tuntutan akah, seperti mensyaratkan kepada pengelola untuk memberikan Mudharabah kepadanya dari harta yang lainnya.
  3. Syarat yang berakibat tidak jelasnya keuntungan seperti mensyaratkan kepada pengelola bagian keuntungan yang tidak jelas atau mensyaratkan keuntungan satu dari dua usaha yang dikelola, keuntungan usaha ini untuk pemilik modal dan yang satunya untuk pengelola atau menentukan nilai satuan uang tertentu sebagai keuntungan. Syarat ini disepakati kerusakannya karena mengakibatkan keuntungan yang tidak jelas dari salah satu pihak atau malah tidak dapat keuntungan sama sekali. Sehingga akadnya batal.

v Mekanisme Mudharabah

Pengertian mudharib melaksanakan mudharabah kedua adalah bahwa ia selain melakukan akad mudharabah dengan shaibul maal maka ketika ia membuat perjanjian dengan pihak lain dimana kedudukan ia sebagai shahibul maal maka ia dikatakan melaksanakan mudharabah kedua. Praktek seperti ini banyak dijumpai dalam bisnis perbankan syariah dimana pihak bank (mudharib) dalam perniagaannya melakukan akad mudharabah kembali kepada orang lain dengan modal yang ia telah terima dari nasabah bank (shahibul maal). Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat tentang kebolehan mudharib melakasanakan mudharabah kedua. Menurut madzhab Hanafi hal ini tidak diperbolehkan kecuali jika modal itu diserahkan kepada pemilik modal. Golongan ini berpendapat bahwa mudharib pertama tidak bertanggung jawab terhadap modal yang diserahkannya kepada mudharib kedua kecuali jika yang terakhir ini telah benar-benar melaksanakan perniagaan dan mendapatkan keuntungan atau kerugian.
Redaksi :

- Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel www.ekonomisyariat.com

- http://ekonomisyariat.com/fikih-ekonomi-syariat/mengenal-konsep-mudharabah.html

- http://id.wikipedia.org/wiki/Mudharabah

-